ESENSI EKSISTENSI NOTARIS

Hidup bermasyarakat merupakan modus survival bagi makhluk manusia artinya hanya dengan hidup bermasyarakat manusia dapat melangsungkan hidupnya. Hal ini berarti manusia tidak mungkin hidup secara atomistis dan soliter. Tidak dapat disangkal bahwa secara kondrati manusia memang makhluk bermasyarakat. Berdasar fitrah manusia sebagai mahkluk yang tidak dapat hidup sendiri, Aristoteles menjelaskan bahwa manusia adalah zoon politicon (makhluk yang berpolitik). Sebagai bagian dari zoon politicon, manusia secara individual merupakan elemen terkecil dari sebuah negara. Kumpulan individu-individu yang menempati daerah tertentu membentuk kesatuan masyarakat.

Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap individu memiliki kepentingan. Kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Manusia dalam bermasyarakat memerlukan perlindungan kepentingan. Perlindungan kepentingan itu tercapai dengan terciptanya pedoman atau peraturan hidup yang menentukan bagaimana manusia harus bertingkah laku dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain dan dirinya sendiri. Pedoman, patokan atau ukuran untuk berperilaku atau bersikap dalam kehidupan bersama ini disebuk norma atau kaedah sosial. Salah satu norma yang penting adalah norma hukum. Norma hukum ditujukan terutama kepada pelakunya yang konkrit, dengan tujuan untuk ketertiban masyarakat. Dalam mencapat tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.

Hukum juga mengatur hubungan yang terdiri dari ikatan-ikatan antara individu dan masyarakat dan antara individu itu sendiri yang disebut hubungan hukum. Ikatan-ikatan itu tercermin pada hak dan kewajiban. Hak itu memberi kenikmatan dan keleluasaan kepada individu dalam melaksanakannya, sedangkan kewajiban merupakan pembatasan dan beban, sehingga yang menonjol ialah segi aktif dalam hubungan hukum itu, yaitu hak. Ketika antar  individu menginginkan agar tindakan atau perbuatannya yang telah melahirkan hak dan kewajiban dituangkan ke dalam suatu tulisan yang bertujuan sebagai alat bukti, dibutuhkan seseorang yang di akui eksistensinya dihadapan hukum sebagai pihak yang netral untuk mengesahkan hubungan hukum diantara para pihak tersebut, disinilah peran seorang Notaris.

Berbicara mengenai Notaris maka kita akan memulai dengan pembahasan Pasal 1868 Burgerlijk Wetboek (diterjemahkan menjadi Kitab Undang-undang Hukum Perdata, selanjutnya disebut BW). Suatu akta otentik ialah akta yang :

1.      Didalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-undang;

2.      Dibuat oleh/atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang

3.      Berkuasa untuk itu ditempat akta dibuatnya.

Pasal 1868 BW tidak menyebut siapa pegawai-pegawai umum/pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik tersebut. Jawaban Pejabat Umum/Pegawai Umum yang berwenang untuk membuat akta otentik tersebut kita jumpai/kita dapati pada Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris selanjutnya disebut UUJN.

“Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini”.

Notaris adalah Pejabat Umum/Pegawai umum, diangkat dan diberhentikan oleh Menteri (Pemerintah), menjalankan kekuasaan Negara dibidang hukum privat (membuat akta sebagai alat bukti). Tetapi, Notaris bukan Pegawai Negeri, yang walaupun Notaris diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah tetapi tidak diberi gaji/uang pensiun. Notaris tidak merupakan bagian dari suatu badan/lembaga yang tersusun dalam suatu hubungan kerja yang hierarkis. Karena Notaris dituntut untuk bertindak jujur, mandiri dan tidak berpihak serta menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.

Notaris mempunyai wewenang pokok yaitu membuat akta otentik. Akta otentik menurut Pasal 1870 BW adalah:

“Suatu akta otentik memberikan diantara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka suatu alat bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya”.

Kekuatan pembuktian akta otentik, mempunyai kekuatan pembuktian mengikat dan sempurna. Mengikat mempunyai arti, apa yang ditulis dalam akta tersebut harus dipercaya oleh Hakim, yaitu harus dianggap benar, selama ketidakbenarannya tidak dibuktikan. Sempurna dalam arti bahwa akta otentik tidak memerlukan suatu penambahan

Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan Notaris, yaitu membuat akta secara umum, hal ini disebut sebagai Kewenangan Umum Notaris, dengan batasan sepanjang:

1.      Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

2.   Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum dikehendaki oleh yang bersangkutan.

3.  Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.

Adapun kewenangan khususnya diatur dalam Pasal 15 ayat (2) dan kewenangan Notaris yang akan ditentukan dikemudian diatur dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN.

Dengan demikian, eksistensi Notaris sangat diperlukan dalam memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang ingin mengadakan perbuatan hukum apa saja selain tidak dikecualikan kepada Pejabat lain. Karena apabila terjadi sengketa antara para pihak yang telah mengadakan perbuatan hukum tersebut, produk akta yang dikeluarkan oleh Notaris menjadi alat bukti yang mengikat dan sempurna sepanjang ketidakbenarannya tidak dibuktikan.

Komentar

  1. The Casino Directory | JtmHub
    The Casino Directory is a complete directory for 출장안마 casino and sportsbook operators in Ireland and Portugal. novcasino Jtm's comprehensive directory 출장안마 provides 바카라 사이트 you with more than titanium earrings 150

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERSERIKATAN PERDATA NOTARIS ATAU KANTOR BERSAMA

“REMISI” KEMERDEKAAN KORUPTOR