“REMISI” KEMERDEKAAN KORUPTOR

HUT RI ke 66 Tahun bergema disambut suka cita dan selaksa harapan, merah putih berkibar dengan gagahnya seraya mengatakan “Merdeka”.  Rakyat Indonesia ikut terlarut dalam euforia hari kemerdekaan, tak terkecuali Narapidana yang mendekam dalam Lembaga Pemasyarakatan. Inilah hari yang ditunggu-tunggu dengan harapan para napi tersebut mendapatkan remisi atau pengurangan hukuman sebagai wujud kemerdekaan bagi mereka.

Remisi bagi para napi diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1999 Tentang SYARAT dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Remisi merupakan hak para napi yang dijamin dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan. Karena remisi merupakan hak para napi, maka Koruptor pun akan kebagian remisi. Padahal, korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang telah diakui secara internasional, karena ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat, yang merusak lembaga-lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan keadilan serta mengacaukan pembangunan yang berkelanjutan dan penegakan hukum.

Remisi bagi para koruptor diatur dalam Pasal 34 ayat 2 PP 28 Tahun 2006, dengan hanya memenuhi 2 syarat;
berkelakuan baik; dan telah menjalani 1/3 (satu per tiga) masa pidana
Penjelasan dari pembentuk peraturan perundangan-undangan mengenai berkelakuan baik adalah menaati peraturan yang berlaku dan tidak dikenakan tindakan disiplin yang dicatat dalam buku register F selama kurun waktu yang diperhitungkan untuk pemberian remisi. Sungguh suatu persyaratan yang tidak berat dibandingkan kejahatan yang telah dilakukannya.Yang walaupun, selain persyaratan diatas, pemberian remisi oleh Menteri Hukum dan Ham harus setelah mendapat pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan, hingga kordinasi ke Komisi Pemberantasan Korupsi terkait koruptor yang menjadi tahanan KPK (Pernyataan Patrialis Akbar, di Situs Kanwil Ibukota Jakarta, tanggal 23 Agustus). Tapi tetap saja berbuat baik selama dalam Lembaga Pemasyarakatan pasti akan dilakukan siapa saja, karena memang ada suatu kemauan ingin segera bebas.

Tidak adil bagi masyarakat terhadap pemberlakuan remisi bagi koruptor, sementara disatu sisi kampanye anti korupsi giat di gemakan, baik oleh Asian Parliamentary Assembly (APA) menyambut hari Anti Korupsi Sedunia tahun 2009, Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) ke V tahun 2010, hingga Pidato Kenegaraan Presiden SBY menyambut HUT RI ke 66 tahun 2011. Berbagai gema gerakan anti korupsi tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah Indonesia menegakkan pemberantasan korupsi. Jika memang komitmen dilaksanakan, maka seharusnya pemberian remisi kepada koruptor patut menimbang nilai-nilai keadilan dalam masyarakat Indonesia. Berbagai kecaman masyarakat di media terhadap pemberlakuan remisi bagi Koruptor menunjukan nilai-nilai keadilan dalam masyarakat telah terusik, dengan kata lain remisi bagi Koruptor sungguh “Tak Layak”. Percuma memberantas korupsi jikalau hukuman bagi koruptor dapat dikurangi setelah dalam Lembaga Pemasyarakatan, ini belum termasuk apabila terjadinya penyimpangan (suap) ketika masa persidangannya guna meringankan hukuman, maka koruptor akan menganggap tindakan korupsi mereka, akan dapat dikurangi dengan melakukan korupsi kembali ketika berada dalam lingkaran “Penghukuman”. Sungguh ironis, walaupun ribuan konsep pemberantasan korupsi di gemakan, jika dalam pelaksanaannya masih ada celah bagi para koruptor untuk berkuasa kembali. Mari bersama-sama kita dengungkan “Say No Remisi Untuk Koruptor”. Jikalau NKRI harga mati, maka ketidakberlakuan Remisi Bagi Koruptor juga harga mati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ESENSI EKSISTENSI NOTARIS

PERSERIKATAN PERDATA NOTARIS ATAU KANTOR BERSAMA