PERSERIKATAN PERDATA NOTARIS ATAU KANTOR BERSAMA

Menurut Pasal 20 ayat (1) UUJN mengatur bahwa notaris dapat menjalankan tugas untuk membentuk perserikatan perdata, dimana notaris dibuka peluang untuk menjalankan praktek bersama dalam satu kantor. Pengaturan perserikatan perdata selanjutnya di atur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Ham

Perserikatan Perdata Notaris harus diteliti lebih mendalam apakah memang benar perjanjian kerjasama yang telah dibuat antara para Notaris itu memang perserikatan perdata atau hanyalah nampaknya berupa perserikatan perdata tetapi hakekatnya bukanlah perserikatan perdata. Dalam praktek yang penulis temui, hasil dari wawancara dengan Notaris, sebenarnya perserikatan perdata Notaris yang dibentuk olehnya bukanlah perserikatan perdata seperti yang tercantum dalam BW, hal ini disebabkan:

1.    Mengenai perjanjian tertulis pembentukan perserikatan perdata tidak ada, karena patnernya tersebut hanya menumpang kantor saja;

2.    Tidak adanya kerjasama antar Notaris dalam membuat akta, karena akta merupakan otoritas Notaris dengan kliennya masing-masing;

3.    Perjanjian tertulis hanya pada pembagian keuntungan (termasuk kerugian) yang diperoleh dari kliennya masing-masing dan akan dimasukkan dalam kas bersama untuk kemudian dibagi diantara mereka.

Berdasarkan uraian di atas, terdapat persoalan perserikatan perdata seperti apakah yang di amanatkan UUJN. Dalam Pasal 20 ayat (1) UUJN menyebutkan perserikatan perdata, jadi terlihat perserikatan perdata tersebut akan merujuk kepada aturan yang relevan, yaitu Bab VIII tentang Persekutuan (Maatschap), sementara dalam Penjelasannya yang dimaksud perserikatan perdata tersebut adalah  kantor bersama. Disini Penulis melihat adanya suatu norma baru lagi di dalam Penjelasan Pasal 20 ayat (1) UUJN, dimana perserikatan perdata telah ada norma tersendiri yang di atur dalam BW, akan tetapi oleh pembentuk peraturan perundang-undangan telah membentuk norma baru dengan menyatakan kantor bersama. Padahal, penjelasan berfungsi sebagai tafsiran resmi pembentuk peraturan perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh.

Untuk memecahkan persoalan ini Penulis menggunakan interpretasi Reskriktif yaitu membatasi pengertian dari perserikatan perdata dalam Pasal 20 ayat (1) UUJN. Yang di tafsirkan sendiri oleh pembentuk UUJN bahwa perserikatan perdata Notaris hanya sebatas kantor bersama. Konsep kantor bersama hanyalah sebatas Notaris bersama-sama dalam satu kantor, tidak bersentuhan dengan pengurusan, pertanggung jawaban, maupun pembagian keuntungan dan kerugian seperti dalam perserikatan perdata BW.

a.    Pengurusan

Menurut Pitlo, perbuatan pengurusan (beheer), adalah tiap-tiap perbuatan yang perlu atau termasuk golongan perbuatan yang biasa dilakukan untuk mengurus/memelihara persekutuan perdata. Pengurus pada persekutuan perdata biasanya adalah sekutu sendiri, disebut pengurus sekutu. Kalau diantara para sekutu tidak ada yang dianggap cakap atau mereka tidak merasa cakap untuk menjadi pengurus, maka para sekutu dapat menetapkan orang luar yang cakap sebagai pengurus. Jadi, disini ada pengurus bukan sekutu. Pada Pasal 1639 sub 1 BW, mengandung ketentuan yang sangat penting, yaitu bahwa para sekutu dianggap saling memberikan kuasa untuk melakukan pengurusan bagi kawannya, jadi semacam pemberian kuasa secara diam-diam. Menurut Pitlo, pemberian kuasa itu tidak berdasar Bab XVI, buku III BW, tetapi hak mengurus pada tiap-tiap sekutu itu timbul berdasar perjanjian pendirian persekutuan perdata itu sendiri. Sementara, pada Jabatan Notaris, tugas utamanya adalah pelayanan kepada masyarakat dengan membuat akta oleh atau dihadapan Notaris demi terwujudnya kepastian hukum. Tuntutan adanya jaminan kepastian hukum bagi masyarakat mengharuskan Notaris pada posisi Jabatan yang Independen, tidak terikat oleh siapapun. Dengan demikian, Perserikatan Perdata Notaris tidak mengenal anggapan saling memberikan kuasa untuk melakukan pengurusan bagi teman serikatnya. Para Notaris tetaplah bertindak untuk diri sendiri sesuai dengan jabatannya yang Independen.

b.    Pertanggung Jawaban

Bila seorang sekutu persekutuan mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga, maka sekutu yang bersangkutan sajalah yang bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh pihak ketiga itu, walaupun dia menyatakan bahwa dia berbuat untuk kepentingan persekutuan (Pasal 1644 kalimat pertama BW). Perbuatan sekutu tersebut baru mengikat sekutu-sekutu lain, bila:
- nyata-nyata ada surat kuasa dari sekutu lain;
- hasil perbuatannya atau keuntungannya telah nyata-nyata dinikmati oleh persekutuan (Pasal 1642 s/d 1644 BW).

Sementara, pada perserikatan perdata Notaris, dikarenakan posisi Notaris tetaplah bertindak sendiri-sendiri sesuai dengan Jabatannya yang independen, maka Notaris yang bersangkutan sajalah yang bertanggung jawab atas akta yang dibuat olehnya apabila terjadi gugatan dari pihak ketiga. Perserikatan perdata Notaris tidak mengenal pemberian kuasa antar Notaris maupun jikalau perbuatan Notaris yang telah membuat akta telah mendatangkan keuntungan bagi perserikatan perdata

c.    Pembagian Keuntungan dan Kerugian

Menurut Pasal 1633 BW, cara membagi keuntungan dan kerugian itu sebaiknya diatur dalam perjanjian mendirikan persekutuan perdata, dengan cara tidak boleh memberikan seluruh keuntungan kepada seorang sekutu saja (Pasal 1635 BW), sebab ini melanggar “mengejar keuntungan bersama”. Tetapi sebaliknya undang-undang memperbolehkan pembebanan seluruh kerugian kepada seorang sekutu (Pasal 1635 ayat (2) BW).

Kalau dalam perjanjian tidak ada aturan tentang cara membagi keuntungan dan kerugian, maka berlakulah Pasal 1633 ayat (1) BW, yang menetapkan bahwa pembagian itu harus dilakukan menurut asas “keseimbangan pemasukan”, dengan pengertian bahwa pemasukan yang berupa tenaga kerja hanya dipersamakan dengan pemasukan uang atau benda yang terkecil (Pasal 1633 ayat (2) BW).
Sementara dalam perserikatan perdata Notaris, tidak mengenal cara pembagian keuntungan menurut asas keseimbangan pemasukan. Sebab, dikarenakan Jabatan Notaris merupakan Profesi Luhur yang mempunyai kewenangan yang sama, sehingga menempatkan para Notaris dalam posisi sederajat. Tentunya para Notaris akan mendapatkan Honorarium langsung dari klien masing-masing.

Dengan demikian, penerapan perserikatan perdata Notaris tidak lebih kepada kantor bersama.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyusun penjelasan pasal demi pasal, yaitu:

1.    Tidak bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang tubuh.
2.    Tidak memperluas atau menambah norma yang ada dalam batang tubuh.
3.    Tidak melakukan pengulangan atas materi pokok yang diatur dalam batang tubuh.
4.    Tidak mengulangi uraian kata, istilah, atau pengertian yang telah dimuat di dalam ketentuan umum.

Akan tetapi, pembentuk UUJN telah membuat suatu aturan yang bertentangan antara batang tubuh dan penjelasan. Dimana dalam batang tubuh Pasal 20 ayat (1) menyatakan perserikatan perdata, yang semestinya harus mengikuti aturan yang ada dalam BW, tapi dalam penjelasannya mengatakan maksud dari perserikatan perdata tersebut hanya berupa kantor bersama. Tentunya juga telah terjadi penambahan norma baru yang dimana antara batang tubuh dan penjelasan mempunyai konsep hukum yang berbeda. Dengan demikian, penjelasan semestinya sebagai sarana untuk memperjelas norma batang tubuh, tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dijelaskan.

Agar tidak bertentangan antara batang tubuh dan penjelasan serta tidak menimbulkan suatu norma baru, agar merevisi redaksi batang tubuh Pasal 20 ayat (1) UUJN, yang menyatakan perserikatan perdata diganti dengan kantor bersama.

Komentar

  1. halo bang .. boleh minta contact untuk diskusi? hehehe kebetulan thesis saya mengangkat mengenai hal persekutuan perdata notaris ini

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

ESENSI EKSISTENSI NOTARIS

“REMISI” KEMERDEKAAN KORUPTOR